A. Pendahuluan
Al-Qur`ān merupakan kalamullah yang diturunkan oleh Allah Subḥānahu wa Ta`ālā kepada Nabi Muhammad Ṣalla Allah `Alaihi wa Sallam melalui perantaraan malaikat Jibril Alayhi al-Salām, dan Nabi Muhammad Ṣalla Allah `Alaihi wa Sallam menyampaikannya kepada umatnya. Para sahabat yang hidup bersama Nabi tidak kesulitan dalam memahami al-Qur`ān. Disamping karena al-Qur`ān menggunakan bahasa mereka, juga karena mereka sering mendapatkan pengajaran dan penjelasan dari Nabi.[1] Akan tetapi tidak semua sahabat mengetahui makna yang terkandung dalam al- Qur`ān, antara satu dengan yang lainnya sangat variatif dalam memahami isi dan kandungan al-Qur`ān. Sebagai orang yang paling mengetahui makna al-Qur`ān, Rasulullah Ṣalla Allah `Alaihi wa Sallam selalu memberikan penjelasan kepada sahabatnya. Metode penafsiran al-Qur`ān pada masa Nabi adalah penjelasan secara langsung oleh beliau sendiri, sebab orang yang paling memahami al- Qur`ān adalah Rasulullah, ketika para sahabat menanyakan tentang suatu makna dari suatu ayat tertentu, maka Rasullulah yang langsung memberikan penjelasan kepada para sahabat. Keadaan ini terus berlangsung sampai Nabi wafat. Sebagaimana firman Allah:
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ -٤٤
Artinya: ” ...Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur`ān, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan”.
Bentuk penafsiran tersebut disebut juga dengan tafsir bi al-Ma’tsur. Dalam pembahasan berikutnya akan dijelaskan mengenai pengertian tafsir bi al-Ma`tsur, karakteristiknya, ciri-cirinya dan juga contoh-contoh kitab tafsir yang menggunakan bentuk tafsir bi ma’tsur. Dengan mengetahui pembahasan ini kita dapat menggolongkan suatu kitab tafsir menggunakan tafsir bi al-Ma’tsur karena mengetahui karakteristik dan ciri-cirinya. Dan juga membahas beberapa kitab tafsir yang termasuk kitab tafsir bi al-Ma’tsur.
B. Pengertian Tafsir Bi al-Ma’tsur
Pengertian tafsir bi al-Ma’tsur secara bahasa adalah berasal dari kata atsara artinya bekas. Dan tafsir bi al-Mat’sur disebut juga tafsir bir riwayah karena berdasarkan riwayat-riwayat yaitu Al-Qur`ān dan Hadits dan selainnya. Tafsir bi al-Ma’tsur disebut juga tafsir bi naqli, karena riwayatnya berdasarkan pemindahan dari satu orang ke orang lain.
Sedangkan menurut istilah para ulama mendefinisikan tafsir bi al-Ma’tsur diantaranya, menurut Manna’ Al-Qaththan, tafsir bi al-Ma’tsur adalah tafsir yang berdasarkan kutipan-kutipan yang shahih yaitu menafsirkan Al-Qur`ān dengan Al-Qur`ān, Al-Qur`ān dengan Hadits Nabi yang berfungsi untuk menjelaskan Kitab Allah, dan juga dengan perkataan sahabat karena merekalah yang lebih mengetahui Kitab Allah atau dengan apa yang dikatakan tokoh-tokoh besar tabi’in karena pada umumnya mereka menerimanya dari para sahabat.[2]
Menurut Muhammad Al-Zarqani, tafsir bi al-Matsur adalah penafsiran ayat Al-Qur`ān dengan ayat Al-Qur`ān, Al-Qur`ān dengan Sunnah Nabi, dan para sahabat.[3] Sedangkan menurut Muhammad Husein al-Dzahabi, tafsir bi al-Ma’tsur adalah penafsiran yang bersumber dari ayat Al-Qur`ān dengan ayat Al-Qur`ān, dengan Hadits Nabi, perkataan sahabat dan juga tabi’in, tabi’ tabi’in termasuk dalam kerangka tafsir riwayat meskipun mereka tidak secara langsung menerima tafsir dari Rasullullah Ṣalla Allah `Alaihi wa Sallam.[4]
Berdasarkan definisi tersebut tafsir bi al-Ma’tsur adalah penafsirannya terfokus pada riwayat-riwayat yaitu dengan menggunakan penafsiran Al-Qur`ān dengan Al-Qur`ān, penafsiran Al-Qur`ān dengan sunnah, penafsiran Al-Qur`ān dengan perkataan para sahabat dan lain sebagainya. Dalam tradisi studi Al-Qur`ān klasik, riwayat merupakan sumber penting dalam memahami teks Al-Qur`ān. Sebab Nabi Muhammad Ṣalla Allah `Alaihi wa Sallam, adalah sebagai mufassir pertama terhadap Al-Qur`ān. Dalam konteks ini muncul istilah metode tafsir riwayat. Karena pada masa Rasullulah Ṣalla Allah `Alaihi wa Sallam, sahabat menerima riwayat-riwayat atau penjelasan Al-Qur`ān dari Nabi Muhammad Ṣalla Allah `Alaihi wa Sallam, lalu sahabat tersebut menyampaikan riwayat itu kepada sahabat lainnya begitu juga seterusnya.
C. Karakteristik dan Ciri-Ciri Tafsir bi al-Ma’tsur beserta Contohnya
1.Tafsir Al-Qur`ān dengan Al-Qur`ān
Tafsir Al-Qur`ān dengan Al-Qur`ān adalah satu ayat, kata atau huruf dalam Al-Qur`ān ditafsirkan dengan ayat yang lainnya. Contoh seperti dalam Surah Al-Maidah ayat 1 telah ditafsirkan oleh Surah Al-Maidah ayat 3:[5]
أُحِلَّتْ لَكُم بَهِيمَةُ الأَنْعَامِ إِلاَّ مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ
“Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu”, ayat ini ditafsirkan oleh ayat 3 dalam surah yang sama.
...حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ
“Diharamkan bagimu(memakan) bangkai, darah, daging babi...”
Contoh lainnya dalam Firman Allah Q.S. Al-Thariq: 1 yaitu sebagai berikut:
والسماء والطارق
“Demi langit dan yang datang pada malam hari” (Q.S. Al-Thariq: 1)
Kata Al-Thariq dijelaskan dengan firman-Nya lebih lanjut pada surat itu pula:
Kata Al-Thariq dijelaskan dengan firman-Nya lebih lanjut pada surat itu pula:
النجم الثاقب
“(yaitu) binatang yang cahayanya menembus” (Q.S. Al-Thariq: 3) Contoh lainnya adalah Firman Allah:
فَتَلَقَّى آَدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Baqarah: 37)
Kalimat yang diterima Adam ditafsirkan dengan ayat:[6]
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“keduanya berkata (Adam dan Hawa), “wahai Tuhan kami, kemi telah menganiaya diri kami, andai kata Kamu tidak memaafkan dan mengasihi kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (Q.S Al-A’raf: 23)
2.Tafsir Al-Qur`ān dengan Hadits Nabi SAW
Tafsir Al-Qur`ān dengan Hadits Nabi Ṣalla Allah `Alaihi wa Sallam adalah satu ayat, kata atau huruf dalam Al-Qur`ān ditafsirkan dengan hadits Nabi Ṣalla Allah `Alaihi wa Sallam. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Muslim dari Uqbah bin ‘Amir berkata : “Saya mendengar Rasulullah berkhutbah diatas mimbar membaca Firman Allah:[7]
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ
Artinya:“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki...”
kemudian Rasulullah bersabda :
ألا إن القوة الرمي
“Ketahuilah bahwa kekuatan itu pada memanah”.
Contoh lainnya yaitu penafsiran pada Nabi Ṣalla Allah `Alaihi wa Sallam. Diriwayatkan oleh Syaikhani dan selain dari keduanya. Dari Ibnu Mas’ud r.a berkata: ketika turunnya ayat ini:[8]
الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ -٨٢
Artinya:”Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk”.
Yang demikian itu sulit bagi manusia dan sahabat berkata:” wahai Rasulullah siapakah dari kita yang tidak mendzalimi dirinya sendiri?” Berkata Rasul:” tidak masalah, hal tersebut tidak seperti yang kamu sangka, apakah kamu tidak mendengar apa yang dikatakan oleh hamba yang baik (Luqmanul Hakim).(Q.S.Luqman:13)
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ -١٣
Artinya:”sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Rasulullah Ṣalla Allah `Alaihi wa Sallam menafsiran kata بِظُلْمٍ dalam ayat tersebut dengan الشِّرْكَ . penafsiran ini selaras dengan penegasan Allah dalam Q.S. Luqman:13.
3.Tafsir Al-Qur`ān dengan Perkataan Sahabat
Tafsir Al-Qur`ān dengan perkataan sahabat adalah suatu ayat, kata atau huruf dalam Al-Qur`ān ditafsirkan dengan perkataan sahabat. Karena para sahabatlah yang dekat dan bersama atau berkumpul dengan Nabi Ṣalla Allah `Alaihi wa Sallam. Dan mereka mengambil dari sumbernya yang asli dan telah menyaksilan turunnya Al-Qur`ān, serta mengetahui asbabaun nuzul. Contohnya dalam penggunaan “aqwalush shahabah” dalam menafsirkan Al-Qur`ān atau berkata Ibnu Abbas atau sahabat yang lainnya. Untuk melihat contohnya dapat diamati tafsir Ibn Jarir Al-Thabari atau kitab tafsir yang lainnya yang menggunakan tafsirnya dengan perkataan sahabat. Contoh penafsiran ini tidak banyak ditemukan. Tafsir pada masa sahabat yang terkenal adalah Ibnu Abbas.
4.Tafsir bi al-Matsur juga dengan Menggunakan Riwayat Israiliyat
Riwayat Israiliyat adalah riwayat-riwayat yang berasal dari Ahli Kitab yaitu Nasrani dan Yahudi yang menjelaskan ayat Al-Qur`ān. Ketika Ahli kitab masuk Islam, mereka membawa pula pengetahuan keagaamaan mereka berupa cerita-cerita dan kisah-kisah keagaamaan Saat mereka membaca kisah-kisah dalam Al-Qur`ān terkadang mereka paparkan rincian kisah tersebut yang terdapat dalam kitab-kitab mereka. Ketika mereka membaca ayat Al-Qur`ān dan ketika ayat Al-Qur`ān itu menyinggung kisah yang sama, mereka pun memberikan komentar berdasarkan apa yang pernah mereka baca dari kitab-kitab mereka sebelumnya.[9]
Dalam kitab tafsir Al-Thabari banyak mengutip dari orang-orang Ahli Kitab yang menerima ajaran islam yaitu yang telah memeluk agama islam seperti Abdullah bin Salam dan Ka’ab al-Ahbar. Para sahabat seperti Abu Hurairah dan Ibnu Abbas pernah bertanya kepada orang-orang Ahli kitab tersebut tentang beberapa peristiwa masa lalu, akan tetapi tidak berhubungan dengan aqidah.
D.Contoh Kitab Tafsir yang Menggunakan Tafsir bi al-Matsur
1.Kitab Tafsir Al-Thabari
Kitab tafsir Jami’ul bayan fi takwil Al-Qur`ān atau lebih dikenal dengan Tafsir Al-Thabari adalah dikarang oleh Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Al-Thabari (224H – 310 H). Kitab tafsir ini berjumlah 12 jilid dan merupakan tafsir yang tertua. Tafsir ini merupakan referensi bagi para mufassirin terutama penafsiran yang menggunakan tafsir bi al-Ma’tsur. Dan juga kitab tafsir Al-Thabari menggunkan metode tahlili yaitu menafsirkan ayat Al-Qur`ān secara tartib mashafi dan juga mengupasnya secara detail disertai dengan analisa yang tajam.
Beliau menafsirkan ayat Al-Qur`ān dengan jelas dan ringkas dengan menukil pendapat para sahabat dan tabi’in disertai sanadnya. Jika dalam ayat tersebut ada dua pendapat atau lebih, disebutkan satu persatu dengan dalil dan riwayat dari sahabat maupun tabi’in yang mendukung dari tiap-tiap pendapat kemudian mentarjih (memilih) diantara pendapat tersebut yang lebih kuat dari segi dalilnya.[10] Dan juga dalam penafsiran beliau juga menggunakan riwayat Israiliyat. Oleh karena itu Beliau menggunakan tafsir bi al-Ma’tsur dalam kitab tafsirnya.
2. Tafsir Ibnu Katsir
Kitab Tafsir Ibnu Katsir atau Tafsir Al-Qur`ān Al-Adhim yang dikarang oleh Imaduddin Abul Fida’ Ismail bin Amr bin Katsir (705H - 774H) atau yang lebih dikenl dengan Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir terdiri dari 4 jilid. Tafsir Ibnu Katsir merupakan tafsir terpopuler setelah Tafsir Al-Thobari dengan menggunakan penafsiran bi al-Ma’tsur.
Beliau sangat teliti dalam mentafsirkan ayat-ayat Al-Qur`ān dengan menukil perkataan para sahabat. Beliau juga menafsirkan ayat dengan ibarat yang jelas dan mudah dipahami. Menerangkan ayat dengan ayat yang lainnya dan membandingkannya agar lebih jelas maknanya.[11] Beliau juga menyebutkan hadits-hadits yang berhubungan dengan ayat tersebut dilanjutkan dengan penafsiran para sahabat dan para tabi’in.[12]
3. Tafsir Imam Suyuthi
Tafsir Ad-Dur Mantsur fi Tafsir bi al-Ma’tsur atau yang lebih dikenal Tafsir Imam Suyuthi. Kitab Tafsir tersebut terdiri dari 6 Jilid. Kitab Tafsir Al-Dur Al-Manstur Fi Tafsir bi al-Ma’tsur karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi merupakan salah satu karya tafsir bi matsur. Hal tersebut terlihat dalam penafsiran yaitu dalam Q.S.Al-Baqarah:30. Ketika dalam menafsirkan ayat tersebut Imam Suyuthi mengutip hadits Rasullulah dan perkataan sahabat, diantaranya Ibnu Abbas dan Mujahid. Di samping itu dalam menafsirkannya juga mengaitkan dengan ayat yang lain dam juga beliau menafsirkan berdasarkan tartin mashafi dari Surat Al-Fatihah sampai Surat An-Nas. Dengan langkah-langkah tersebut dapat digolongkan tafsir tersebut kitab tafsir bi al-Ma’tsur.[13]
F.Penutup
Tafsir bi al-Ma’tsur adalaah penafsiran yang berdasarkan ayat Al-Qur`ān dengan ayat Ayat Al-Qur`ān lainnya, ayat Al-Qur`ān dengan Hadits Nabi SAW, ayat Al-Qur`ān dengan perkataan sahabat. Tafsir bi al-Ma’tsur berdasarkan riwayat-riwayat tersebut, oleh karena itu tafsir bi al-Ma’tsur disebut juga dengan tafsir bi riwayat. Tafsir bi al-Ma’tsur disebut juga dengan tafsir bi naqli.
Karakteristik tafsir bi al-Ma’tsur yaitu menafsirkan Al-Qur`ān dengan Al-Qur`ān, Al-Qur`ān dengan Hadit Nabi Saw. Al-Qur`ān dengan perkataan Sahabat. Dan dalam kitab tafsir bi al-Ma’tsur juga terdapat juga riwayat-riwayat israiliyat yaitu riwayat yang berasal dari Ahli Kitab yaitu Yahudi dan Nasrani. Israiliyat digunakan dalam penafsiran dikarenakan ada kesamaan antara Al-Qur`ān dengan Taurat dan Injil dalam beberapa masalah, khususnya yaitu mengenai kisah-kisah umat terdahulu, dimana dalam Al-Qur`ān dikisahkan secara singkat dan ringkas, namun di dalam kitab-kitab sebelumnya dijelaskan secara panjang lebar.
Dalam kitab-kitab tafsir klasik seperti Kitab tafsir Al-Thabari dan Kitab tafsir Ibnu katsir babyak mengambil riwayat-riwayat israiliyat dalam penafsirannya.Penafsiran yang berbentuk riwayat atau yang disebut juga dengan tafsir bi al-Ma’tsur merupakan bentuk penafsirn yang paling tua dalam sejarah kehadiran tafsir dalam khazanah intelektual Islam. Tafsir ini sampai sekarang masih terpakai dan dapat dijumpai dalam kitab-kitab tafsir seumpama kitab tafsir At-Thabari, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Ad-Dur Manstur fi Tafsir bi al-Ma’tsur dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur`an al-Karim
Zaini Muhammad. Ulumul Quran Suatu Pengantar. Banda Aceh, 2005 M.
Zarqani (al), Muhammd. Manahil Irfan Fi Ulum Al-Qur’an. DKI, 2010 M.
Dzahabi (al), Muhammad Husein. Tafsir wal Mufassirun. Mesir Dar Al-Kutub wa Al-Hadits,1996.
Qathan (al) Manna’. Mabahits fi ulum Al-Qur’an. Mansyurat Al-Ash Al-Hadits,1973.
Shiddiqi (al), Hasbi. Sejarah Ilmu Al-Qur’an Tafsir. Semarang, Pustaka Riski Putra, 2002.
Thabari (al), Ibnu Jarir. Kitab Jami’ul Bayan fi Takwil Al-Qur’an. Muasisiah al-Risalah : 2000 M.
Baidan Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Katsir Ibnu. Kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim. Darul Thayibah : 1999 M.
[2]. Manna’ Al-Qaththan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.terjemah Muzakkir AS (Bogor:Pustaka Litera Antar Nusa, 1996), hal.482-483
[4]. Muhammad Husein Adz-Dzahabi, Tafsir wal Mufassirun (Mesir:Dar Al-Kutub wa Al-Hadits,1996), hal. 45
[9]. Hasbi Al-Shiddiqi, Sejarah Ilmu Al-Qur’an Tafsir ( Semarang: Pustaka Riski Putra,2002), hal.189
[10]. Ibnu Jarir Al-Thabari, Kitab Jami’ul Bayan fi Takwil Al-Qur’an, (Muasisiah al-Risalah : 2000 M) hal.10